Jumat, 24 Juli 2015

Nasib Anak Kos

Tidak terasa sudah 9 tahun sejak saya pertama kali merantau. Sebenarnya bisa dibilang gak jauh-jauh amat sih dari orang tua, masih di pulau Jawa juga, tapi beda kota dan beda provinsi, bukan beda pulau atau negara hehehe… Tetap saja, namanya tidak tinggal serumah dengan orang tua, saya terpaksa harus bisa mandiri. 

Petualangan saya bermula selepas SMA di tahun 2006. Saya diterima di salah satu perguruan tinggi negeri di kota Malang, sekitar 185 KM jauhnya dari Jember, kota kelahiran saya. Orang tua memilihkan tempat kos yang cukup mahal lengkap, ada televisi, dapur, pembantu, dan yang paling penting ada cuci-setrika, jadi lumayan gak usah repot mikirin jemuran dan setrikaan yang numpuk hahaha…

Tantangannya adalah: bagaimana caranya mengelola uang saku yang diberikan orang tua sedemikian rupa biar tetap bisa makan hingga akhir bulan. Saya termasuk tipe mahasiswa kebanyakan, hobi berburu warung-warung sekitar kampus yang murah tapi enak. Rata-rata sekali makan saya hanya keluar duit Rp. 5.000 saja. Kalo sedang ada waktu luang juga masak sendiri biar hemat. Yaa sesekali juga ikut ajakan teman-teman makan fast food atau ke restoran, biar gak ndeso-ndeso amat gitu loh hahaha...

Waktu itu saya pikir, saya masih tergolong anak kos manja, karena banyak teman-teman lainnya yang tempat kosnya biasa aja, tidak ada fasilitas ini-itu seperti tempat kos saya. Tapi semanja-manjanya saya, ternyata masih ada beberapa teman satu kos yang lebih parah lagi. Ada aja hal-hal yang bikin saya geleng-geleng kepala. Tumpukan baju setrikaan yang gak diambil-ambil pemiliknya lah, kamar berantakan sampai gak ada space kosong di lantainya lah, parkir motor gak rapi lah. Yang paling bikin saya jijik ketika piring dan panci kotor numpuk di bak cuci piring, dibiarkan sampai berhari-hari dan baunya ke mana-mana. Yuucckk… gak pernah diajarin kali ya di rumahnya.

Dari situ saya bersyukur, selama tinggal dengan orang tua, mama menyiksa membekali saya dengan keterampilan yang cukup agar bisa ngurus diri sendiri. Walaupun dulu di rumah merasa terbebani dengan rutinitas nyapu, ngepel, cuci piring, masak, ternyata itu semua berguna saat saya jadi anak kos. Jarang loh ada anak sebaya saya yang bisa membedakan mana jahe, mana lengkuas, kencur, kunyit, dll. *beruntunglah kamu wahai suamiku*

Kehidupan mahasiswa anak kos sangat menyenangkan. Bisa bangun siang tanpa ada yang ngomelin hahaha.. Bisa main dengan teman-teman tanpa diinterogasi dulu. Berhubung dulu di rumah, mama selalu ngomelin saya kalo bangun siang, jadi pas ngekos langsung berasa "I feel freeeeee!" *gegoleran di rumput ala Syahrini*

Teman-teman di kos juga tidak kalah menyenangkan, mereka salah satu kenangan terindah dalam hidup saya. Hei... Apa kabar kalian sekarang, ganks Kedungombo 5?

My partners in crime, cantik-cantik ya?

Sebagai mahasiswa, tentunya gak mau dong jadi mahasiswa abadi alias kuliahnya molor. Tapi acara senang-senang tetap harus ada. Jadi pintar-pintarlah membagi waktu antara main dan belajar. Contohnya saya pada suatu ketika, besoknya ujian, pagi hari berdoa supaya ujiannya lancar, siang hari nge-mall sampe sore, malam hari baru belajar sambil minum kopi haha... Untungnya saya bisa lulus tepat waktu dengan nilai yang gak malu-maluin. Boleh ditiru tapi sebaiknya jangan ya.

Lulus kuliah, saya diterima kerja di sebuah universitas swasta di Surabaya. Tak berlangsung lama, 6 bulan kemudian saya pindah ke Jakarta setelah diterima kerja di sebuah kantor bank swasta terbesar di Indonesia. Sama aja, jadi anak kos juga. Bedanya, setelah kerja saya harus bertanggung jawab atas uang saya sendiri, bukan uang orang tua lagi. Bedanya lagi, tak ada lagi tugas-tugas atau pelajaran yang dibawa pulang ke kos. Again, I feel freeeeee! 

Kos karyawan sungguh berbeda dengan kos mahasiswa. Kebetulan kos saya di Jakarta ini boleh dihuni baik cowok maupun cewek. Dan enaknya, penghuninya bukan tipe orang yang hobi rumpi. Jadi suasana kos sunyi, karena pulang kerja kami langsung masuk kamar masing-masing sampai pagi. Ada sih 1 - 2 orang yang bandel, sering bawa pasangannya nginep di kamarnya hihihi.. Dikiranya kita gak tau apa?

Kalo dihitung-hitung total 8 tahun saya hidup menggelandang sebagai anak kos. Pengalaman berharga buat saya. Mungkin kalo saya tidak pernah merasakan perjuangan itu, sampai sekarang saya akan tetap menjadi anak yang manja dan menjadi beban orang tua.

Dengan menjadi anak kos, sebenarnya kita diuji untuk tidak menyalahgunakan kepercayaan yang telah diberikan oleh orang tua kita. Ini serius, karena sudah banyak kan berita tertangkapnya pengguna narkoba, atau pasangan bukan suami istri di kamar kos. Amit-amit jangan sampai deh kita terlibat kasus begituan. Malunya itu lho bisa seumur hidup!

Intinya, di manapun dan seperti apapun tempat kos kita, akan selalu ada hal-hal destruktif yang menggoda. Tinggal bagaimana kita bisa membawa diri, karena sukses atau tidaknya kita di masa depan, kita sendiri yang memilih jalannya.

Hidup anak kos!



2 komentar:

Lestari H Sianturi mengatakan...

Pertamaxxx gann..haha

Fransisca mengatakan...

Up up up.. sundul gaann haha