Kamis, 25 April 2019

KONSISTEN adalah KOENTJI

Manusia boleh berencana, namun budget yang menentukan. Eh, maaf salah quote! Wkwkwk.. Orang tua boleh punya idealisme, namun realitas sering mematahkannya. Pada tulisan ini saya mau bercerita tentang saya dan suami sebagai orang tua millenial yang kerja kantoran dan anak dititipkan ke mbak pengasuh setiap hari kerja (tidak menginap), berusaha mengasuh anak sesuai teori, namun tak jarang kami rasakan teori itu tinggallah angan-angan saja haha.. Prakteknya syusyah, gan! Dalam kasus kami, sebagian disebabkan karena ada beda pola asuh antara orang tua dengan pengasuh, sebagian karena memang kami sendiri yang lemah menerapkannya. Ini beberapa contohnya:

Main HP dan Nonton TV
Sepertinya ini problem semua orang tua ya haha.. Cita-cita awalnya, saya nggak mau mengenalkan anak pada HP dan TV sampai dia berumur 2 tahun, takut kecanduan atau matanya cepat rusak. Saya pun beli banyak buku cerita anak-anak sampai rak buku penuh. Ini gara-gara saya ngeliat story selebgram ibu muda yang mengenyahkan TV di rumahnya biar anaknya lebih cinta buku daripada TV. Ternyata kenyataannya mustahil juga menghindari penggunaan HP dan TV dalam pengasuhan anak. Lha wong anaknya bisa makan lebih banyak kalau disetelin TV atau video di HP haha.. Ujung-ujungnya saya unfollow beberapa selebgram yang sering bikin "halu", karena kehidupan nyata tak seindah konten instagram buibuu..

Makan Harus di Kursi Makan
Waktu awal masa MPASI dulu, saya selalu biasakan anak makan sambil duduk di highchair, biar nantinya dia terbiasa makan di kursi makan. Itu pula yang saya ajarkan pada mbak pengasuh. Awalnya sih oke saja. Makin hari setiap akhir pekan ketika si mbak libur, saya perhatikan kok anak saya nggak suka duduk di highchair. Usut punya usut ternyata setiap hari kerja pas saya nggak di rumah, si mbak nyuapinnya sambil digendong ke sana kemari *tepok jidat* ulala.. Jadilah sampai sekarang anak umur 2 tahun, setiap kali makan baik di rumah maupun di tempat umum kami selalu nyuapin sambil kejar-kejaran sama anaknya, karena dia nggak mau duduk di kursi makan.

Anti Micin - Micin Club
Di rumah kami tidak menyediakan MSG dalam bentuk penyedap rasa, dan sudah berpesan pada ART untuk tidak menggunakan bumbu masak instan. Untuk makanan anak pun kami juga tidak pakai MSG dan bumbu instan. Suatu ketika di akhir pekan, anak kami sedang GTM, emak bapaknya frustasi sampai kelaparan dan bikin mie instan. Eh ternyata anaknya malah ikutan makan mie instan juga dan malah lahap haha.. Buyar sudah idealisme orangtua millenial ini. Sampai sekarang stok makanan bermicin seperti mie instan, nugget, sosis, baso, dan kornet selalu ada di rumah deh, apapun boleh yang penting anaknya mau mangap haha..

Minum Teh
Pernah saya tegur mbak pengasuh, gara-gara setiap hari anak saya dikasih minum teh manis. Padahal kan katanya teh kurang baik untuk anak dalam masa pertumbuhan, karena bisa menghambat penyerapan zat besi (CMIIW). Sejak itu si mbak nggak berani lagi bikinin teh buat anak saya. Tapi setelah malam hari si mbak nggak di rumah, pulang kerja rasanya pengen minuman yang hangat, kami sering minum teh anget di dekat anak hihi.. Otomatis si anak yang udah terlanjur suka teh manis langsung minta jatah dong, kadang setengah gelas habis diminumnya. Pssstt.. Jangan bilang-bilang si mbak ya hihi..

Berdoa
Nah ini dia PR terbesar sampai saat ini. Saya dan suami bukan orang yang religius. Jarang berdoa di rumah, ke gereja pun nggak rutin setiap minggu. Parah emang hihihi.. Puji Tuhan si mbak pengasuh juga seorang Kristiani, dan dia taat beribadah. Anak saya sejak bayi diajarinya berdoa pagi setelah bangun tidur, berdoa sebelum makan, juga sering dinyanyikan lagu sekolah minggu. Melihat hal itu saya jadi termotivasi, di usia anak yang sudah 2 tahun ini sepertinya masih belum terlambat untuk membiasakannya berdoa dan ke gereja. Apalagi otaknya sudah mampu semakin banyak merekam ingatan. Sekarang setiap malam saya berusaha mengajak anak berdoa sebelum tidur, kalau dia belum terlanjur mengantuk. Untuk ke gereja, kami usahakan mengatur waktu makan dan tidurnya agar tidak rewel saat di gereja. Ah, kadang rejeki itu bukan melulu tentang materi. Punya pengasuh yang taat beribadah begini juga merupakan berkat luar biasa dari Tuhan. Love you, mbak!

Yha, begitulah sedikit cerita ketidakkonsistenan kami dalam mendidik anak. Baru 2 tahun kami menjadi orang tua, rasanya justru kami yang harus banyak belajar, bukan anaknya. Karena memang bener kata pepatah ya, monkey sees monkey does (walah, kemenyek sok-sokan nulis boso enggres segala). Bukan, artinya bukan anak kami kayak monyet wkwk.. Intinya, kalau ingin anak kami jadi manusia yang bermartabat, kami sebagai orang tua harus bisa memberi teladan yang nyata buat anak, nggak usah banyak teori yang penting prakteknya aja benerin. Walaupun masih banyak luput sana-sini, tetap berusaha perbaiki, dan KONSISTEN adalah KOENTJI.

Stay positive. Semangat!